Bagian 4
Singkat cerita, hampir dua minggu sudah Ulfa berada di Jogya, selama itu juga tak pernah kudengar kabar dari dia. Aku tak pernah berusaha menghubungi atau sekedar mengirimnya SMS. Dipikiranku mungkin dia tengah berbahagia bersama suaminya, sampai akhirnya Ponselku berbunyi bersamaan saat aku tengah mengingatnya. Seperti kebetulan saja Ulfa menelfonku, dan spontan langsung kujawab;
"Ulfaaaaaaa, Halloo ... Assalamualaikum. Gimana kabarnya? Asik disana kan?" Jawabku langsung nyerocos saking senangnya Ulfa menelfonku. Tapi tanpa menjawab salamku Ulfa memotong;
"/Chaaa! ... Tolong aku! Bisa datang kesini nggak?/" Kata Ulfa terdengar gemetar.
"Ya Allah! Ada apa Fa? Kenapa Fa, suamimu mana?, aduuuuh, mana mungkin aku kesana, kan jauh Fa," Jawabku panik. Aku sungguh tak tahu harus menjawab apa.
"/Pliiiiiiiis Cha! Panjang ceritanya. Aku sendiri nih, aku takuuuut, suamiku nggak ada. Cuma beberapa hari kita sama-sama, terus suamiku bilang ada urusan, sampe sekarang nggak datang lagi. Udah kuhubungi, nggak ada yang aktif nomornya. Chaaa ... aku mau pulaaaang,, tolooong, (hiks ...)/" Ulfa terdengar menangis, membuatku semakin tak karuan.
"Ya sudah, aya-aya wae, tunggu aja disitu nggak usah kemana-mana, kamu hati-hati ya, aaaaaahh,, kamu mah, udah dulu ya, assalamualailkum," kataku kemudian menutup telponku.
Aku terdiam menenangkan diri, kulihat jam dinding pukul 15:40. Aku bingung karena tak punya cukup bekal dan sama sekali aku tak tahu Jogya. Aku tak punya teman ataupun kerabat disana, aku tak pernah sekalipun kesana.
"Haduuuuuuh ... gimana nih!" Keluhku dalam hati. Tak mau berpikir lagi segera kucari dompetku. Kuperiksa didalamnya hanya ada uang jajan yang masih jauh dari cukup, bahkan kurang untuk sekedar membeli tiket Bandung - Jogyakarta. Menyadari hal itu, aku bergegas keluar mencari kawan-kawanku mumpung hari belum gelap, dan alhamdulillah ada beberapa kawan yang memberiku pinjaman.
Tak lama aku berkemas, singkat cerita aku telah sampai di terminal kota Bandung, begitu sumpek seperti sumpeknya pikiranku. Kulihat jam di Ponselku pukul 08:10 malam. Aku resah, aku tak tahu apa-apa tentang Jogya, apalagi bekalku pas-pasan membuatku gelisah takut terjadi apa-apa disana. Berkali kutarik nafas panjang sembari berbaur dengan bisingnya terminal mencoba menenangkan hati yang semakin tak karuan.
"Hadooooooh, Ulfa siapa aku sih! Bikin pusing aja," kataku menggerutu sendiri. Tetapi bila terbayang dia tengah kesulitan di tempat jauh sana sendirian, aku semakin tak tega. Rasanya ingin segera sampai disana untuk menjemputnya, ternyata naluriku benar, pantas saja kemarin aku khawatir Ulfa pergi, rupanya akan begini.
"Ahh, naluri ... naluri, nonsense ... segala sesuatu sudah Allah takdirkan," kataku menguatkan diri.
Tak lama, Bus yang kutunggu datang berhenti tepat didepanku. Bus malam jurusan Bandung - Jogyakarta. Kutarik lagi nafas panjang, kemudian tanpa berpikir lagi aku masuk kedalam Bus.
"Hmmm, Bissmillahirahmanirahim,"
Aku duduk di kursi ketiga dari depan, sengaja kucari tempat didekat jendela agar aku bisa merokok, toh, ini bukan Bus AC. Tak peduli seandainya ada yang melarang. Sama-sama naik kelas ekonomi nggak usah banyak gaya, aku sedang jahat. Rasanya hampir setengah depresi, duduk mencoba menutup mata didalam Bus yang pengap sambil sesekali menghisap rokokku yang sudah tak kurasa lagi nikmatnya.
***
Hebat ...
Sungguh rasa apa, yang yakinkan tuk berani.
Hati gemetar, namun kuharap kan terhormat.
Kututup telingaku dari bisingnya jalan,
Kututup hatiku dari takutnya tuju yang belum aku lihat,
Dan berisik disini ...
Aku ingin sepi,
Semoga bisa kuterlelap hingga aku sampai,
Hingga tak perlu kumaki lelahnya hari
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar