Bagian 1
Seminggu berlalu sesudah tragedi hadiah kasetku. Tak habis pikir, sekarang Ulfa masuk dalam Blacklist catatan hari-hari. Terkadang kupikir lucu juga, Berbulan-bulan mengejar cintanya dan akhirnya seperti ini. Hmhhhh ... Jadi teringat kata kawanku dulu; ngapain mesti mencintai, toh ujungnya cuma merindu nggak puguh. Hanya menanti, berharap, menunggu dan kecewa. Tetapi anggapanku lain dengannya, aku sudah terbiasa kecewa, nggak dicintai juga sudah biasa, jadi apa yang hilang? Kenapa mesti merasa kurang? Semuanya biasa saja. Dulu tak ada sekarang masih tak ada, dan aku masih tetap percaya cinta akan datang suatu hari tanpa harus aku nanti.
"Hmmmhhhh, insha Allah," Kusugesti diri sendiri mengurangi rasa sakitku sembari mereguk kopi hitam buatanku sendiri sambil sesekali memandangi bingkai kosong didinding kamarku yang dulu pernah ada photonya. Photo seorang wanita yang tak pernah ingin kusebutkan lagi namanya, Photo seorang wanita yang dulu pernah menulis di buku catatanku 'Aku cinta kamu 100 persen ...' halahhh ... kampret! Kenyataannya dia pergi juga.
Lama aku mengkhayal apa yang tak seharusnya aku khayalkan didalam sepinya kamar dekilku. Tentang cinta dulu, tentang cinta sekarang, cinta nanti, diiringi nyanyian lagu-lagu sedih yang sengaja kuputar di radio tape compoku. Biar makin galau sekalian.
... mungkin inilah jalan yang terbaik, dan kita mesti relakan kenyataan ini ... (suara radio)
"Hmmppp, lagunya Padi; " bisikku dalam hati. Aku jadi teringat pertama kali bertemu Ulfa kaset band Padi ini yang ia tawarkan. Tapi aku lebih memilih kaset Sheila, dan yang terjadi memang seperti judul lagunya Padi tentang aku dan Ulfa; kasih tak sampai.
Kudiamkan diriku sejenak, dan seperti biasanya sebelum tidur aku menulis diary. Tak sedikit kawan-kawan yang menyindirku karena kebiasaanku ini. Katanya laki-laki tak pantas menulis di diary, tapi tak pernah kuanggap omongan mereka, hingga sampai detik ini tampak menumpuk di meja kamarku buku-buku diary yang mulai kutulis sejak Tahun 97 saat aku masih kelas 1 SMA. Menurutku hari-hari itu penting dan tak akan kembali satu detikpun, mungkin saat tua nanti aku akan lupa pernah menulis didiary, tapi bisa kuingat lagi saat semuanya kubaca nanti.
Sejenak dalam lamunan hampir saja aku terlelap ketiduran, namun dikagetkan suara ringtone panggilan masuk di ponselku. Kulihat dilayar ponsel rupanya itu nomor Ulfa.
"Hahh! Ngapain dia nelfon aku?" Tanyaku sendiri heran.
Sengaja tak kuangkat panggilan telpon dari Ulfa, tiga panggilan tak terjawab tampak dilayar ponsel. Bagiku cerita dengannya sudah berakhir tanpa perlu kuawali.
***
Sungguh takkan ku gelisah,
Harap yang mati biarlah,
Cinta yang mati ya sudahlah,
Tak perlu kupikir,
Sebab bagiku anggap saja sarapan basi,
Biar aku kelaparan ...
Bukan tak suka ... bukan hasrat tak ingin,
Namun kau takkan pernah mampu kupinta,
Sekalipun dalam doa,
Dan tak pernah ingin
Kuhitamkan cintaku
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar