Bagian 1
"Wah, Cantik sekali!" Hanya itu yang bisa kujelaskan ketika menatap salah seorang gadis yang sepertinya bekerja di toko ini bila melihat dari seragam yang dipakainya.
Seperti biasa setiap kumiliki uang lebih tak ada tempat lain yang kusinggahi selain toko kaset. Tetapi kali ini berbeda, didalam toko aku tak fokus mencari kaset. Hanya memilah-milah keping kaset dan CD di rak tetapi mataku sesekali nakal melirik dia yang tampak sibuk melayani konsumen. Entah kenapa ada yang berbeda, jujur saja hatiku
... Ah, pokoknya susah ngomongnya.
Merasa cukup mencari, kuberanikan diri menghampirinya sekalian bertanya perihal kaset yang kucari.
"Teh, kalau sekarang lagu yang populer apa sih?" Kataku bertanya.
"Oh, banyak A. Padi sama Sheila on 7 yang lagunya paling laris" Jawabnya.
"Hmm,, ya sudah aku ambil Sheila saja Teh, sekalian hitung sama yang ini ya," Kataku lagi sembari menyodorkan beberapa kaset yang sudah kupilih sendiri. Jujur saja aku pura-pura lancar bicara padahal tak berani sekedar menatap langsung matanya. Akupun tak berlama-lama membayarnya dan segera keluar dari toko. Tapi dasar, masih sempatnya aku berhenti didepan pintu, kemudian mencuri lagi menatap gadis itu. Hah ... dasar diriku.
Setibanya dirumah segera kuputar kaset yang baru saja kubeli dan mulai larut dalam irama lagu-lagu yang tengah kudengarkan. Sambil bermalas berbaring aku masih memikirkan gadis ditoko tadi, seakan cantiknya masih kulihat didepanku. Wajahnya, senyumnya, rambutnya, bibir imutnya saat dia tengah berbicara ...
"Aduuuuhh, kok kubawa kerumah sih! Malah jadi inget terus, ah, aya-aya wae! " Kataku bicara sendiri gelisah membolak-balikan badanku hingga tanpa terasa aku tertidur tetapi dikagetkan suara eject dari tape compoku yang membangunkanku, dan rupanya benar saja, tape compoku hening tak bersuara lagi pertanda side A sudah habis.
"Ada apa dengan gadis itu, sudah habis lagu kudengarkan masih saja ia kupikirkan, siapa dia ya? Apa aku pernah mengenalnya? Kok sepertinya tak asing? " Kataku bicara sendiri.
"Oh, iya! Gampang mau kenal dia, kan kerja di toko kaset hihii " Sambungku nyengir sendiri saat muncul ide dikepalaku ketika hendak membalik kaset. Aku berpikir sejenak sebelum akhirnya kembali melanjutkan tidur siangku, menikmati lagu demi lagu hingga lelahku terlupa mengkhayalkan tentangnya.
"Hmmhhhhhh, " Sungguh berbeda sekali, entah apa yang kurasa. Kok bisa sih hanya sekali menatap langsung suka, begitu banyak pertanyaan dalam pikiranku. Seperti ada harap yang kembali bangkit, ada rasa yang kembali berwarna, semoga ini pertanda dalam senyum kecilku, untuk hari esok aku akan bahagia.
"Iya ... semoga, "
***
Bagian 2
Pagi ini aku bangun begitu bersemangat memikirkan ideku semalam. O, iya, Namaku Capunk. Aku tak bekerja, kegiatan sehari-hariku hanyalah menjadi personel grup band indie amatiran dan posisiku sebagai vokalisnya. Seminggu sekali ke rental Studio musik mencoba membangun mimpi yang sampai saat ini belum juga terjadi.
"Cha, latihan nggak hari ini?" Sammy masuk kamar mengagetkanku. Sammy adalah sepupuku, dia adalah gitaris di band kami.
"Ogah ah, males. Hari ini aku ada perlu," Jawabku sembari melepaskan selimutku yang membuatku serasa malas. Kami asyik berbincang, kuceritakan pada Sammy tentang pertemuanku dengan gadis di toko kaset itu kemarin. Dia mendengarkan dengan seksama sambil sesekali memainkan gitarnya atau sesekali meledekku.
"Dasar lu Cha, mudah banget sih jatuh cinta. Masa sekali lihat langsung kesemsem kayak gitu, sampai mau langsung nembak segala. Hati-hati lu Cha! Jangan sampai malah lu yang sakit kena pelornya,, ahahahahaa! " Canda Sammy sekalian menasehatiku.
"Kamu nggak tahu sih Sam! Coba kamu yang rasain gimana rasanya, tetep aja galau, gundah gulana seperti yang aku rasain sekarang. Hmmhhhh, " Kataku menarik nafas panjang. Terbayang wajah gadis itu membuatku senyum sendiri, lupa kalau ada Sammy didepanku.
"Ah, sudah gila lu Cha, diajak ngobrol malah senyum sendiri. Sakit lu ya! Hahaha! Udah ah, aku pulang dulu, Assalamualaikum " Kata Sammy berdiri hendak meninggalkan kamarku.
"Ok brow, waalaikum salam, besok aja latihannya ya," Kataku membalas pamitnya sembari mengantarnya keluar pintu kamar, kemudian berjabat tangan khas kami sedari kecil sebagai 'Keluarga Cemara'
***
Dan inilah cinta ...
Sungguh aku suka bahkan sebelum kutahu namanya,
Dia menyender dihatiku,
Sebagaimana gitar ini menyender di dindingku.
Bayang senyumnya kemarin,
Seperti sarapan bagi batinku
Kau sekejap singgah,
Dan ingin kusingkat waktu
Tiba-tiba wajah itu jadi milikku
***
Bagian 3
Tak lama setelah Sammy pulang aku bergegas mandi. Ingin segera rasanya menjalankan ideku mendekati gadis itu, dan tak biasanya aku ceria sepagi ini bernyanyi di kamar mandi. Sungguh hari yang bergairah, kugujek rambutku yang selalu kucat warna coklat kacang ciri khas ku.
"Pokoknya hari ini aku harus rapi," kataku dalam hati sembari berkaca merias diri. Tak biasanya juga sengaja aku meminjam parfum kepunyaan ayahku sebab sebelumnya aku tak pernah wangi, tapi kini aku berdandan sebisanya agar tampak sesempurna mungkin. Hadoooh, hari yang aneh! Setelah merasa cukup dengan penampilanku, aku bergegas menuju toko kaset untuk menjalankan ide bodohku yang terbersit malam tadi. Sama sekali tak ada ragu dalam hatiku, entah kenapa aku begitu yakin. Mungkinkah ini naluri? Ah, tak tau ah ...
Singkat cerita, aku telah sampai di toko kaset. Dalam suasana ramai mataku fokus mencari gadis itu, tak butuh waktu lama aku menemukannya dan segera kuhampiri.
"Teh, album baru yang paling laris apa ya?" Tanyaku pura-pura lancar, menenangkan hatiku yang sesungguhnya mendidih. Mataku fokus memperhatikan ID Card yang dikalungkannya sebagai salah satu karyawan toko kaset ini. Dan jelas tertulis disitu namanya 'Ulfa'
"Aa, kok melamun?" Tanyanya mengagetkanku.
"Eh, iya maaf. Hehee," Jawabku terkejut.
"Sekarang album baru Ada band yang judul lagu hits nya Manusia Bodoh sama Setengah hati, Terus Naff juga lagi populer tuh, enak-enak lagunya," jawabnya.
"Kalau teteh suka yang mana?" Kataku balik bertanya.
"Lho! Kok nanya saya, kan Aa yang mau beli," Tanyanya heran.
"Buat kado teh, buat pacar saya. Jadi kalau misalnya teteh yang dikasih sama pacarnya, sebagai sesama perempuan cantik dan manis teteh lebih suka dikasih yang mana. Hehee," kataku gombal berdusta (padahal kaset-kaset ini untuk dia, makanya aku bertanya tentang lagu kesukaannya).
"Oh, gitu ya, Aa ada-ada aja. Kalau disuruh pilih saya sih suka lagunya Ada band, apalagi yang judulnya setengah hati, lirik sedihnya kerasaaaaa banget, hehee," Jawabnya.
"Ya sudah yang itu saja, sekalian bungkus yang cantik ya teh. " Sambungku lagi.
Huhhh, akhirnya selesai juga. Benar-benar sulit menahan kaki yang sesungguhnya bergetar, menahan hati yang sesungguhnya sernad-sernud, tetapi rencana awalku berhasil. Setidaknya tanpa bertanya aku telah tahu namanya; Ulfa.
Bagian 4
Dengan hati berbunga aku pulang ke rumah. Setibanya dikamarku rupanya teman-teman bandku sudah berkumpul dengan wajah jenuh menunggu. Dalam benakku terpikir, mungkin saat ini mereka sudah tak sabar ingin melampiaskan kekesalan mereka padaku. Bukan tanpa alasan, soalnya akhir-akhir ini aku jarang briefing dan selalu malas bila sedang latihan di Studio.
"(Biar sajalah, seandainya aku dikeluarkan dan berhenti jadi personel grup band malah alhamdulillah nggak apa-apa, toh, faktanya aku tak suka hidup kayak gini. Apalagi sampai waktu dan kegiatanku diatur-atur orang, aya-aya wae)" Gerutuku dalam hati. Kamarku yang kecil tampak makin semrawut ditambah dengan raut muka kawan-kawanku yang nampak kusut, mungkin karena terlalu lama menungguku. Kulihat Sammy sedang tiduran di kasur, sementara Rial tengah duduk gelisah memainkan Handphone nya.
"Baru dateng Cha, dari mana aja lu? Lama banget sih! Ada kabar baik nih," Sambut Rial yang spontan berdiri ketika melihatku masuk seakan tak sabar bercerita.
"Iya tuh! Giliran udah dapat cinta, lupa deh sama saudaranya. Hahaha! Saya tahu orangnya," Sambung Sammy meledekku.
"Emang kabar apa sih?" Tanyaku penasaran. Rupanya apa yang kupikirkan salah, kalau mereka sedang kesal padaku.
"Entar malem ada yang undang kita Pentas Brow, Jadi Band Pembuka, ada Erros Chandra mau datang," Jawab Rial bersemangat.
"Oh, ya sudah, kirain ada apa," kataku singkat.
"Kok lemes gitu! Dasar lu ah, serius nggak sih? Ini kesempatan Cha, siapa tahu ada produser yang lirik band kita," Sambung Sammy tak suka dengan nada pesimisku.
"Iya, iya maaf, lagian kan tinggal genjreng aja. Aku sudah hafal semua lagu-lagu kita. Memang manggungnya dimana?" Kataku balik bertanya.
"Di SMA 9 Bhineka" Jawab Rial
(Degh) ... What! Dalam hatiku kaget. Aku seperti kacau saat menyadari kalau lokasi SMA 9 Bhineka tepat berhadapan dengan Mall dimana didalam Mall itu adalah lokasi toko kaset tempat Ulfa bekerja.
"Gimana kalau Ulfa liatin aku, kok perasaanku jadi aneh begini ya, Aduuuuuhh, " Kataku mengeluh sendiri dalam hati.
***
Ada yang tak bisa kusibakkan,
Dan sulap cinta selalu saja rahasia,
Kupikirkan aku malu,
kukhayalkan aku mau.
Namun lagu perasaan meledekku
Mencat wajahku jadi merah,
Bila cinta sungguh tak bisa merayu,
Bila cinta sungguh lupa jadi bijakasana
Hati kecil ini ditangannya,
Bagaimana bila ia di remas
Aduuuuh,,, pasti sakit sekali
***
Bagian 5
Malam datang begitu cepat, singkat cerita aku dan bandku sudah bersiap dibelakang panggung, mungkin sebentar lagi giliran band kami yang naik, dan jujur kali ini aku takut. Aku masih terpikir Ulfa, gadis manis dari toko kaset itu. Aku senyum sendiri sekaligus takut sendiri, aneh sekali perasaan ini. Sesekali daripada diam menunggu dipanggil, aku berjalan keluar lokasi berpura-pura berkeliling padahal aku patroli. Mataku tertuju ke seberang jalan memperhatikan Mall tempat toko kaset itu berada. Memang tak terlihat jelas dari sini, hanya tampak ramai orang berlalu-lalang, dan bisa saja salah satunya Ulfa yang mungkin juga datang menonton acara band kami.
"Cha! Ayo cepet, sudah dipanggil tuh! Ngapain aja sih!" Teriak Sammy terengah kelelahan karena buru-buru mencariku.
"Iya! ... Iya! ..." timbalku segera berlari menghampiri, Dan kamipun pentas. Tak lama, kami selesai memainkan tiga buah lagu. Alhamdulillah apa yang kutakutkan tak terjadi. Ulfa tak kulihat ada disini sehingga aku bebas berekspresi tanpa terhalang dagdigdugnya perasaanku. Sambil duduk beristirahat, kusaksikan dengan serius penampilan grup band Sheila on 7 yang sedang menunjukan kebolehannya diatas panggung musik, sungguh kali ini lagu yang mereka bawakan benar-benar aku sukai dan pas sekali dengan suasana hati yang tengah aku rasakan. Hihii! Aku tersenyum sendiri, terbersit dipikiranku bagaimana jika segera kuberikan saja kaset Sheila on 7 buat Ulfa, soalnya banyak lagu yang cocok, salah satunya yang berjudul J.A.P, Jadikanlah aku pacarmu.
"Wahh ... Pas, mantap, buat si cantiiiik, maniiis, heheee, " sambil nyengir aku pelan bicara sendiri.
"Cha, ini punya kamu ya? " Kata Rial tiba-tiba membuyarkan lamunanku sembari menunjukan sesuatu yang sepertinya terjatuh dari tasku.
"Ya Allah! Iya yal, balikin sini aku lupa ga sempat simpan di rumah, " kataku buru-buru mengambil kaset dari tangan Rial
"Ciyeee, buat siapa tu? Sampai dibungkus ungu pink segala. Hahaha ... " Rial menggodaku.
"Itu tuh, Putri outlet dari toko kaset sebrang situ. Makanya tadi si Chapunk nyanyi gemeter, takut Putri manisnya nongol. Apa nggak nyadar penonton banyak yang nyinyir, nyanyi kemana musik kemana," Sambung Sammy menyindirku. Aku diam tak menanggapi Sammy dan Riku yang tak henti menggodaku, walau dalam hati aku gemas juga ingin membalasnya, tapi aku sadar aku yang salah dan bila kujawab godaan mereka pastinya bakalan semakin memanas. Hatiku sedang berbunga dan aku tak ingin berdebat mengenai apapun.
Setelah acaranya selesai kami pulang kerumah masing-masing, kurebahkan tubuhku sesampainya dikamar dekilku, tanpa cuci muka, tanpa ganti baju, pokoknya aku malas melakukan apapun. Hari ini aku sedang kesal diledek terus, dimarahi kawan, dinyinyirin penonton yang kecewa karena suara dan penampilan burukku, rasanya pusing terpikirkan semua itu. Dari pada semakin stres mending kubayangkan hidup orang lain yang sepertinya enak dan normal-normal saja apalagi mereka yang sudah punya pacar, sedangkan aku masih sendiri jadi zomblo dan zomblo itu pedih kata bahasa sadisnya, hingga saking lamanya sedih dan sendirian aku sudah lupa kapan terakhir aku bahagia punya status pacaran. Aku iri melihat kawan-kawan ada yang bawain minum dan cemilan ke studio, ada yang romantis-romantisan ngobrol ditelpon, ada yang merhatiin, ada yang cemburu, sementara aku masih kumal tak ada yang sayang apalagi memperdulikanku.
"Seenaknya saja semua nyindir aku, coba mereka yang rasain," Kataku menggerutu dalam hati. Tapi saat melihat kaset Sheila yang akan kuberikan pada Ulfa, entah kenapa aku merasa tenang seakan aku punya harapan lagi tentang cinta. Sambil bersantai merebahkan diri meluruskan kakiku, kutatapi tiap sudut dinding kamar, berharap tak lama lagi dinding yang kosong dan dekil ini terisi photo Ulfa (ngarep). Aku berjanji pada diriku sendiri, seandainya rencanaku sukses mendapatkan cinta Ulfa, aku akan mencat rapi dinding kamarku supaya pantas seandainya ada photo aku dan Ulfa. Hmhhhh, segera kututup wajahku dengan bantal agar khayalku tak lepas kejauhan.
***
Dinding ini masih kosong,
Sebagaimana hatiku yang piatu,
Kutatap dia hanya dianganku,
Sebab saat kubuka mata dia tak ada,
Ada resah yang singgah,
Ada kerinduan yang bertalu,,
Seperti lagu yang kunyanyikan,
Kutitipkan pada asaku esok hari,
Dan mimpi cinta kan nyata.
Kuhantarkan dia, kumiliki dia,
Bercanda padanya, marah padanya,
Tiada lagi detik melirih, saat aku punya kekasih,
Dan dialah yang kupinta,
Dan bingkai kosong dimejaku,
Kelak ada yang mengisi
***
Bagian 6
Hampir tiga bulan berlalu setelah pertemuanku dengan Ulfa, tapi kaset-kaset yang kubeli darinya belum juga kuberikan karena kenyataannya tak semudah dalam rencana awal saat aku pertama kali bertemu dengannya. Setiap seminggu sekali aku datang ke toko membeli kaset baru, padahal niatku hanya ingin bertemu dengan Ulfa. Hingga saking seringnya bertemu, Ulfa mulai mengenalku sebagai salah seorang pelanggan ditokonya dan tak pernah sedikitpun kutampakan perasaanku. Kalau dipikir-pikir lucu juga, setiap aku memilih kaset yang akan kubeli, pertanyaanku selalu sama pada Ulfa; "Kalau Teteh sukanya yang mana?"
Sambil berbaring melamun, kutatapi semua kaset yang sudah kubeli rupanya sudah banyak juga, kuhitung kira-kira ada 38 keping kaset belum termasuk yang berserak disamping kasurku, malas rasanya bila mesti kuhitung satu-satu. Bagaimana tak banyak, seminggu sekali aku membeli 4 atau lebih kasetnya, setelah beberapa bulan berlalu tapi aku masih tak berani memberikannya pada Ulfa. Bahkan tak ada satu kasetpun yang sempat kuputar karena takut merusak bungkusnya.
"Sampai kapan harus begini?" Kataku bicara sendiri sambil menatap kosong tumpukan kaset yang berserakan diatas kasur. Lama berpikir, kucoba meyakinkan diriku sendiri supaya berani mengutarakan perasaanku pada Ulfa. Setidaknya bila tak berani langsung bicara, tapi bagaimana caranya supaya Ulfa tahu tentang perasaanku, dan tak berapa lama ilhampun datang;
"Iya, aku akan menyuratinya! Kuselipkan suratku diantara kaset-kaset ini. Hehee" kataku tersenyum sendiri terbayang ide bodohku. Tanpa berpikir lagi aku mulai menulis surat cinta buat Ulfa;
Dear Ulfa ...
Maaf ya nggak sopan banget, tahu nggak fa, kalau semua kaset yang kubeli dari kamu sesungguhnya buat kamu. Mestinya sih dari pertama aku beli Ada band sama Sheila on 7, masih inget nggak? Itu yang buat kamu, hehee, tapi aku nggak pernah berani ngasihnya, soalnya tatap mata kamu bikin hatiku 'aduuuh' ciyeeee, gombal ah.
Ulfa, maafin aku yah nekat kayak gini, semoga aja surat ini bisa nyampe kamu baca, nggak sekedar kutulis terus kubuang lagi, capek tahu!
Ulfa, aku bosen jadi Manusia bodoh yang tiap malem jadi bego mikirin kamu, dan dengan kenekatanku ini, aku harap bakalan ada hasilnya, Chapunk dan Ulfa bakalan jadi 'Kita' kayak judul lagunya Sheila, dan Ulfa, Jadikanlah aku pacarmu, agar kamu kayak Sheila lagi, alias Anugerah terindah yang pernah kumiliki. Sungguh Ulfa, sueerrr deh, diriku tak setengah hati nyukain kamu, hmpppp ...
Udah dulu ya Ulfa, Kata Pak Posnya udah mau pergi, takut keburu datang kompeni, hahahaa, becanda fa, senyum atuh ... dan maaf ya Fa, kalau isi surat ini banyak hehee nya, moga aja dengan surat yang panjang dan kaset yang ngebugbrug ini, kamu bakal ngerti perasaanku, amin ... aminin atuh Fa, heheee, becanda lagi.
With Love
Chapunk Yos fallar Ti
Selesai menulis, segera kubungkus dengan rapi semua kaset dan tak lupa kuselipkan selembar suratnya. Rasanya tak sabar menunggu besok pagi, semoga saja aku berani. Aku harus siap menerima apapun jawaban Ulfa. Setengah lelah kuingat-ingat isi surat buat Ulfa. Aku takut salah menulis hingga gelisah tak bisa tidur. Aku tak tahu apa yang akan terjadi besok, tapi mau tak mau aku harus mengungkapkan perasaanku pada Ulfa. Aku tak ingin selalu dihantui pertanyaan, menebak-nebak apa yang akan terjadi. Segera kutarik selimutku, kututup seperti biasanya wajahku dengan bantal, harus kupaksakan segera tidur agar esok pagi aku siap.
***
Kidung cinta selalu saja merdu,
Meski rindu mengiris,
Dan resah pecah menjadi suka duka yang tipis,
Namun dengan mimpi akan ada bahagia,
Namun dengan mimpi esok pagi selalu akan ada,
Biarlah hitam pelangi menancap dalam hari,
Kubiarkan hati ini mengalir,
Biar sesak didada,
Daripada jadi tanya yang tak berakhir,
Tertumpuk dalam gelapnya bejana
***
Bagian 7
Aku terbangun tak terasa dini hari, sayup-sayup terdengar adzan Subuh yang menenangkan pikiranku. Rasanya damai sekali, dan yang jelas aku tak boleh janjian dengan setan hingga membuatku nyaman kembali ketiduran. Bergegas kupaksakan berdiri untuk kemudian berwudhu sebelum menunaikan Shalat Shubuh
"Ya Allah, mudahkanlah jodohku, ingin kumiliki seorang istri, terbaik hanya dari pilihan Mu, dan jodohkanlah aku dengan wanita yang kucintai dan ia pun mencintaiku karenaMu. Nikahkanlah aku ya Rahim, halalkanlah hasrat cintaku dan sempurnakanlah ibadahku, amin." Doaku seusai Shalat membuat aku termenung sejenak, rasanya ingin sekali menangis terbayang semua keburukanku yang mungkin membuatku seperti ini.
***
Pagi ini gelisah,
Larik wajahmu kulukiskan dalam hati,
Yang tanpa tidur selalu buat kubermimpi,
Segera ingin kuhantarkan cintaku,
Segera ingin kuhadiahkan hidupku,
Terserah mau kau apakan,
Yang kutahu majas-majas cinta selalu saja kubaca,
Lewat bayangmu,
Lewat lagu cinta,
Lewat burung pipit melantun terjaga,
Ingin kutangkap kau di udara,
Namun mustahil kujaring suara-suara dalam dada,
Dan aku harus bicara pada telingamu,
Agar kau mengerti perasaanku
***
Kulihat keluar jendela sudah hampir siang, aku bergegas mandi merapikan diri dan tanpa berpikir panjang lagi segera kujalankan ideku pergi ke toko kaset untuk menemui Ulfa. Tak butuh waktu lama aku sampai di Mall tempat Ulfa bekerja, aku merasa semua orang disekitarku seperti memperhatikanku padahal mungkin hanya perasaanku saja. Malu kubuang jauh-jauh melewati ramainya orang berlalu-lalang di Mall yang cukup besar, membawa bungkusan berisi puluhan keping kasetku. Aku ingin cepat menemui Ulfa, siap tak siap, aku harus siap.
Aku masuk kedalam toko kaset dan kulihat Ulfa tengah sibuk melayani konsumen. Tak mau banyak berpikir lagi aku langsung menghampirinya. Ulfa yang dari jauh sudah melihat kedatanganku lebih dulu menyapaku karena memang sudah terbiasa bertemu denganku sebagai pembeli setia kaset ditokonya.
"Eh Aa, nyari kaset baru lagi ya, buat koleksi pacarnya? Ini ada yang bagus A, Element, judul lagu hits nya Rahasia hati," kata Ulfa langsung bicara, menyangka aku hendak membeli kaset lagi.
"Oh, nggak ah! Hari ini aku absen beli kaset," jawabku.
"Hmm, berarti nyari CD film ya A?" Tanyanya lagi.
"Nggak, aku nyari kamu!" Jawabku sedikit gemetar.
"Hehee, Aa ada-ada saja. Oh iya! Jikustik juga lagunya enak loh, yang judulnya Setia," Jawab Ulfa malah promosi.
"(Haduuuhhh, gimana nih!)" Kataku dalam hati. Jujur aku takut sekali, lama terdiam akhirnya kuberanikan diriku. Hmmhhhh, Bismillah ...
"Teh, ini buat teteh, nama teteh; Ulfa kan?" Kataku tanpa basa-basi lagi sembari kusodorkan bungkusan kado berisi kaset dan surat cintaku.
"Hhhhh, Apa ini A? Iiiiih, nggak ah, maksudnya apa A, becanda ya?" Tanya Ulfa tampak kaget.
"Aku serius, buka saja ya, sekarang aku pulang dulu," kataku buru-buru sembari mempercepat langkahku meninggalkan Ulfa. Aku benar-benar bingung tak tahu harus bagaimana lagi. Ditambah lagi aku malu karena begitu banyaknya orang didalam toko yang tampak heran menyaksikan kelakuanku.
"Ehh ... Aa! ... Aa! ... tunggu ... " Ulfa memanggilku tapi pura-pura tak kudengar dan mempercepat langkahku. Setelah merasa cukup jauh keluar dari toko, aku bersembunyi memperhatikannya. Kulihat Ulfa tengah membuka bungkusan yang kuberi, tapi tak sampai selesai terbuka ia kembali menyimpan bungkusannya kebawah meja mungkin karena sudah banyak pelanggan toko yang harus dia layani.
"Ah, akhirnya sampai juga ditangan Ulfa, hmhhh," Kataku bicara sendiri menarik nafas panjang. Rasanya plonk sekali, dan inilah pengalaman pertamaku, sesuatu yang membuatku dagdigdug. Sengaja kutuliskan nomor HP ku dibungkusan kasetnya, berharap Ulfa menghubungiku setelah membaca isi suratnya.
Aku pulang kerumah dengan was-was menunggu apa yang akan terjadi, setibanya dikamar aku kembali berbaring sambil mendengarkan lagu-lagu kesukaanku. Sepertinya lambat sekali waktu berjalan, aku hanya diam tak tahu apa yang harus kulakukan. Ingin rasanya tidur lagi agar segalanya tak terasa, tapi pikiranku tak juga mau terlelap.
***
Bagian 8
... I knew I love you before I met you, I'll have been Waiting all my life ... (Bunyi Ringtone Hp)
Seketika lamunanku buyar, saat kudengar lagu Savage Garden yang kujadikan Ringtone diponselku berbunyi. Muncul dilayar ponsel Nomor asing yang tak kukenal.
"Wah, mungkin saja ini Ulfa! Aduuuuh," kataku setengah panik hanya menatap layar ponsel tapi tak berani menjawabnya, walau akhirnya dengan was-was kujawab juga panggilannya.
"Hallo, assalamualaikum, maaf ini dengan siapa ya?"
"/ini Chapunk ya ... /"
"Iya, maaf ini siapa ya?" Tanyaku sekali lagi. Makin tak karuan perasaanku dan aku memang hafal nada suara itu, itu suara Ulfa!.
"/Oh, wa'alaikum salam, ini Ulfa A, yang dari toko kaset/"
(Degh ... ) Aku mematung sejenak, sepertinya darah langsung naik kekepalaku hingga tak sanggup bicara. Tak lama terdiam suara Ulfa ditelpon mengagetkanku lagi.
"/Hallo! ... Aa ... Aa ... kedengaran nggak? Disini berisik. Hallo ... Hallo .../"
"Iya ... iya ... hehee, maaf, gimana kasetnya?" Tanyaku pura-pura tenang.
"/Makasih ya A, O iya, bisa nggak nanti pulang saya kerja kita ketemuan di depan toko?/"
"(Ya Allah ... dia mengajaku ketemuan, hihiii, senangnya hatiku)" kataku bicara sendiri dalam hati, kemudian segera kujawab;
"Bisa ... bisa ...jam 9 malam kan?" Kataku.
"/Iya A, ya sudah ya, aku masih kerja, sudah ramai nih. Makasih kasetnya ya A, assalamualaikum/"
"Wa'alaikum salam,"
"/Tut ... tut ... tut ... /" (nada telpon putus).
Entah apa yang kurasakan, Ponsel masih kutempel dipipiku, terpaku masih setengah tak percaya. Aku yakin sekali dari nada suaranya, kalau Ulfa menyukai hadiah kaset yang kuberikan padanya.
"Hihii," aku tersenyum diri merespons isi pikiranku yang tengah berbunga. Aku sangat yakin sekali, tak lama lagi pencarian cintaku akan usai.
***
Ahh ... Wajahnya kian dekat,
Puteri dimimpiku semalam,
Mengajak hatiku berdansa,
Terbangkan irama rasa
Berdendang entah kemana,
Puteri, sebentar lagi jaga hatiku
Dan tanpa timpang,
Kukan pulang kearahmu ...
***
Bagian 9
Kulihat jam dinding menunjukan pukul 07:30 malam. Aku segera berbenah merias diri supaya tampak menarik walau tetap saja sebegini adanya. Setelah selesai aku bergegas berangkat hendak menemui Ulfa ditempat kerjanya, hingga tak berapa lama aku sudah sampai didepan toko kaset. Kulirik jam di ponselku pukul 08:40, ketika baru saja hendak ku SMS Ulfa namun aku melihatnya keluar dari toko kemudian menghampiriku, dan seperti tak percaya rasanya, tiba-tiba Ulfa memelukku.
"Aa ..." katanya singkat. Setengah kaget aku membalas erat pelukannya, haduuuhh, sungguh seperti sedang bermimpi. Tapi lama-lama aku risih juga dan perlahan melepaskan pelukannya.
"Kenapa Ulfa? Bolehkan kupanggil Ulfa? Nggak enak manggil teteh terus," kataku menengadahkan wajahnya sambil setengah bercanda agar tak terlalu tegang. Tetapi semakin aneh rasanya saat kulihat matanya sudah basah. Aku heran kenapa Ulfa menangis sampai tak sanggup bicara, membuatku semakin bingung.
"Kenapa Ulfa, sudah ... sudah jangan nangis, aku salah ya?" Tanyaku resah tak karuan.
"Nggak A, aku bahagia sekali, tak pernah kurasakan perasaan seperti ini," jawabnya.
"Alhamdulillah, berarti mau kan kamu jadi pacarku," tanyaku lagi menegaskan niatku.
"A, aku suka tapi nggak bisa, nggak mungkin bisa A, " Jawab Ulfa lagi sambil terus saja terisak seperti menahan sesuatu. Aku terdiam mendengar itu, tapi aku yakin dari sorot matanya kalau Ulfa menyukaiku.
"Kenapa Fa? Kaget ya, Kamu butuh waktu? Ok aku tunggu, aku tak memaksa fa," kataku lagi.
"Nggak A, Nggak usah tunggu, sampai kapanpun nggak akan bisa A, biarpun aku lebih suka Aa dari Aa sayang aku, aku nggak bisa A ... nggak bisa ..." jawab Ulfa lagi. Aku bingung, mungkinkah Ulfa sudah punya pacar. Bila memang benar seperti itu yang kupikirkan, jelas aku akan mengalah. Aku tak mau menyakiti, aku tahu rasa sakitnya dikhianati.
"Jadi kenapa nggak bisa, lalu kenapa tadi kamu memelukku? " Tanyaku lagi setengah kesal.
"Aku meluk Aa karena aku tak pernah merasa disayangi seperti ini, aku meluk Aa karena aku merasa berharga sekali. Tak pernah ada yang memperjuangkanku sampai seperti ini, A ... Maafin Ulfa A," jawab Ulfa kembali menangis.
"Lalu kenapa Nggak bisa Fa, yang kulakukan untukmu biasa saja, kamu memang pantas kusayangi, kamu memang berharga Fa! " kataku.
Mendengar ucapanku Ulfa kembali terdiam dan menunduk tanpa bicara, tapi tak lama kemudian, Ulfa menatap mataku dengan lirih;
"Aa ... Ulfa ... Ulfa ... aku ... aku udah nikah A, " Jawab Ulfa singkat.
Mendengar jawaban Ulfa rasanya aku tak sanggup bicara lagi, hanya meremas sejenak jemari Ulfa kemudian menatap matanya. Masih terasa hangat genggamannya, aku seperti merasakan kalau sesungguhnya Ulfa tak mau melepaskanku. Dan ... Perasaan apa ini, hmmhhh ... aku menarik nafas panjang. Kutatap Ulfa yang kembali memelukku, tapi aku tak suka pelukan ini, rasanya menyakitkan. Rupanya lagu 'kita' belum juga kutemukan. Dan tak berapa lama, akupun pergi meninggalkan Ulfa yang masih menangis.
***
Tapi kenapa kau memelukku,
Sepertinya hampir kurasa kau mencintaiku,
Darimu aku jatuh cinta,
Darimu aku terluka
Diwaktu yang persis sama
Kutatap diwajahmu kutahu ada perasaan itu,
Namun logika sadarku menggesernya diam-diam,
Sedalam apapun cinta ini
Namun dirimu
Takkan pernah bisa kumiliki,
Hanya anganku ...
Khayal cinta malam tadi
~o0o~
~ Agung Saripudin,
Kuncup Cemara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar