Selasa, 19 Agustus 2025

Dago Pakar

Adakah kembali masa,
Kubawa kau lagi susuri gua
Sisa perang Jepang Belanda,,
Genggam tanganmu ditengah hutan Djuanda
Dan disitu pertama aku tahu,,,
Aku jatuh padamu,,,
Biar kini aman tanpa sangkur marsose,
Kubayang seperti ini jaman V.O.C
Kusayang kau Noni ... 

Dan lagi masihkah bisa kubawa
Teduhkan hatimu, di air panas Maribaya,
Kutahu kau tengah melamun rindu dikolam hangat nya,,
Dan dikepalamu itu bukan aku Noni,,
Tapi Aku diam, aku tahu, aku takkan bicara
Hatiku cukup kujaga.. tak perlu kau merasa
Ik ben gewoon een verliefde vreemdeling ::

Dan di pantai itu,,,
Sengaja kau salah baju
Mungkin tak pantas cantik mu utk mataku,
Aku tahu .... 
Malam itu kutahan senapan,
Biar sengaja kau Tawan,,,
Demi kau Noni ...
Aku jadi pengkhianat,,
Lekat di jidat,,, 
Sampai nanti ... Tak peduli

Pelarian

Lepas dari tampak istana,
Dan bertemu kalian dari pelariannya,
Yang tak ragu menyambutku,
Tanpa bertanya kenapa,
Tengah bertengkar hebat dengan kehampaan,
Dan kuatkan hati ini melawan,,

Tak berguna pundi-pundi,
Rupanya aku yg paling melarat,
Kukira dunia tak ada bagusnya kawan,
Tapi kurasa nikmat nya,, cukup cicip garam gorengan ...
Dengan kalian ...

Lepas dari tampak belenggu,
Dan kalian melepaskan nya dari kakiku,
Karena itu aku lebih suka berjalan,
Kenang terbahak susuri kota dengan kalian,
Ganggu gadis2 yg mungkin pandang kita najis,
Kita sama-sama dungu,,
Tapi hati tak keluh,, tak ada yg kita butuh

Dan cuma mimpi, dengan kalian tampak lagi
Kau bilang aku masihlah kuat kenapa diam,
Lihat dia sudah pergi, lihat dia sudah dului, lihat dia sudah tak bisa,,
Mengapa kau Jilat dinding hampa,
Relakan diri ditawan dunia,
Padahal tak dipenjara,,
Maka Berlari ... Berlarilah lagi,,
Berlari ... Berlarilah ...
masih ada kami ...

Kalah

Beliaku dibandara,,
Selayak rebah di bale-bale
Tak jauh Bandung-Medan,
Apalagi Aceh Jakarta,
Pagi melamun sore telah disana,

Kisah ku terminal,
Sandar smoking area 
Yang paling aku cinta,
Kadang bergidik saat sadar
Tak tahu harus kemana,,
Tapi aku tak pernah takut,
Biar cuma modal lutut

Ceriaku kursi angkot,
Samping pintu kernet,
Dengan sinis tatap mata,
Serasa paling gaya,,
Karena duduk dikursi artis nya,,
Ha ha haaa ...
Sekarang ketawa pun tak enak,
Sialan ....

Adakah aku hilang ingatan,
Atau jiwa ragaku telah terbeli,
Hingga aku seperti mati,

Ataukah telah sampai perjalanan ku,
Aku sudah tua dan dungu,,
Tak ada lagi ingin dan mimpi,
Hanya Merebah disini ...
Menunggu mati,,,

Aku sudah tua kawan,,
Kenangku tertampung di Celebes,
Labuh barat Sulawesi,,
Biar. .. biarkan saja,
Aku kalah tak bisa apa-apa

Lebih dekat

Aku pria biasa,
Yang kadang begitu rapuhnya,
Butuh sekedar teman bercerita,
Agar hari cepat terlewat,
Di penghujung waktu yang memang singkat

Iya ... Aku bicara sendiri,
Tertegun berdiri,
Tak ada yang tepuk bahuku,
Sadarkan detik diamku,
Tetap perih yang pertama menyapa,
Dan luka yang lebih dekat kurasa,
Yang lebih akrab dari sanak saudara

Sudah Lewat

Sudahlah kawan, tak usah lagi kecewa,
Sementara masih tampak terbahak kau tertawa,
Dan masih saja kau bercerita tentang harimu yang malang,
Apa tak malu menggerutu, ditengah perut penuh yang kenyang,
Simpan sedihmu dikenangan yang kemarin,
Dan biarkan esok tiba, sapa dia dengan yakin

Kemarin biarlah jadi hari lalu,
Tak perlu dipanjangkan lagi dukanya,
Biarlah air mata yang sudah tumpah kan berlalu
Sebab mustahil ia kembali ke kelopak mata
Hujan sudah turun kawan,
Maka tanah biarkan ia basah,
Ayok kita bermain digenangan,
Dan deras kemarin biar tepis dikenangan

Dan jadilah kuat
Badai sudah lewat

Bohong

Aku suka,,
Iya ... aku menyukaimu,
Tak kubilang cinta sebab ku tak tau apa itu,
Drama korea kah,, atau sekedar terbawa lagu 
Tapi  gemetar bila kutatap mata,,
Dan tak bisa lama bila menyapa berjumpa
Ada yg aneh di perasaan,,
Apa kau juga merasakan,
Ku menjauh padahal hati ingin dekat,
Ingin lama bicara,, tapi gagap,, 
Ahhh,,, padahal ingin dekat. .. Ingin dekat

Tak ada jadi arti puisi,
Ribu majas syair jadi basi,,
Berharap datang jadi pergi,,
Seperti semua jadi gila,,
Padahal aku yg gila

Aku cinta 
Benarkah aku mencintaimu,
Sebab aku takut mengisi hati lagi,
Sebab mencintai itu lelah ...
Mencintai itu capek. ...
Mencintai itu sakit   
Mencintai itu bohong ...
Mencintai itu kosong

Aku sayang,,, 
Iya, cukup kuingin kau datang,,,
Kupeluk kau sekarang,,
Bukan utuh bercumbu
Dengan bayang bayang

Main Api

Mendung pun tahu betapa dekatnya kita,
Seperti mata dan kelopaknya,
Ia kucurkan hujan biar makin romantis 
Bukannya basah, tapi makin gelisah
Apalagi saat mereda sedikit gerimis
Dan senyummu malu ... 
Takut aku tak mau
Ohh jauhnya khayalanku ...

Sebab senja ini aku tak ingin sedih,
Hingga nalar binal, seperti kembali ke dahulu
Tak ada abu-abu sebab jelas dalam hitamku,
Dibiduk kecilku berlayar pelan
Ingin hati sedikit reda perlahan,
Sebentar saja merdeka dalam kelam,
Kucuri sedikit mentari dan kusimpan dalam hati,
Maka biar ia terbenam ... Biarlah pergi,,
Aku yang terbakar disini

Dan adakah yang mau bermain api?
Ayok mendekatlah kemari

Janji

Bila kubilang aku mencintaimu, 
Percayakah kau? 
Tanya saja pada ombak yg senang bermain dgn batu karang, 
Tapi pada pantai dia kan kembali, 

Bila kubilang padamu aku rindu, 
Percayakah kau? 
Tanyakan pada matahari yg rindu pada malam, 
Tapi pada pagi dia pasti kan datang, 

Bila kubilang aku sayang, 
Percayakah kau? 
Seperti punguk yg rindukan bulan tapi takkan pernah sampai, 
Seberapa berat apa rindunya, 
Namun sampai cahayanya hanya pada pelita
Bukan pada pada purnama.. 
Yg selalu datang dengan singkatnya,, 

Percayakah kau... 

Kabar

Adakah bisa kuminta
Waktu kembali biar hanya sebentar saja
Maka tak lagi dengan puisi kubersedih
Menahan kenang yg masih saja perih

Saat hampir kulupa ...
Lalu dalam mimpi bagaimana cara kau memasukinya?
Hingga terbit pagi aku kembali rindu,,
Tenangnya hati saat masih disini bersama

Biar hanya sebentar
Kuharap kau tanya aku  sekedar kabar
Tapi nyatanya aku hanya bisa menunggu
Menyapamu takut mengganggu

Lalu dalam mimpi bagaimana cara kau masuki,,
Apa sama kau bermimpi?
Aku ingin tau ..
Dan nyatanyai hanya sanggup  menanti
Menyapamu tak siap lagi sakit hati

Ikhlas

Ada masa aku ingin sendiri saja
Berkeluh kesah pada senja
Ungkapkan semua rahasia,
Sembari menghabiskan airmata
Kemudian berjalan berdiri
Biar didada sesungguhnya tak tahu
Mesti berlari kemana lagi

Didepan ada hujan ... aku tahu
Tapi rasa tak lagi minat
Sebab lama keringku dalam pekat,
Biar kerontang aku sudah biasa
Tidur dalam dahaga,,
Berharap segera lepas ke Surga

Ada masa aku ingin diam saja
Tak mahu rasa apa-apa
Biar setenang daun gugur,
Jatuh ... aku iklas terkubur,
Biar di nisan tanpa nama,,
Tak ditulis apa-apa

Riuh

Kadang rindu pagi di riuh terminal,
Melihat canda kopi para bocah tua nakal,
Lelah kerling gadis yg semalam bekerja,
Sekarang bimbang bubar pulang ,
Diganti Si baik kekantor atau ke Pabrik,
Hanya tukang gorengan yg tampak tiada dosa,
Siap menjamu siapa saja,
Asap Rokok basah si gadis kamar yg gelisah,
Yang hilang pelanggan sebab semalam hujan
Atau suap sarapan si Cantik Berbaju dinas,
Dan seruput kopi si ganteng berdasi yg sedang menggibah bosnya,,,
Juga aku yg sedang rindu lamunkan mereka,
Bercanda dengan kopi dan mesin cuci,
Semoga siang ini tak hujan lagi

Lekat

Masih ingatkah kau jingga
Siang yg mestinya terang, gelap kala itu, 
Tiba gerimis basahi kelam rautku,
Tak ada ampun lebih deras waktu itu

Terlelapkah kau jingga
Sebab lebih baik kita pura-pura saja lupa, 
Walau peluk hangat masih lekat kita ingat
Kutau bukan hatimu yg tak mau, 
Hanya saja hari sedang tak indah
Hingga kau tak lagi mau singgah

Bahagiakah kau jingga
Sebab tak ada perahu yg bisa hantarkan lagi kita
Cinta sudah temukan jalannya
Dan hanya senja yg bisa berpisah dengan indah
Bukan kita

Duduk saja kau disitu, 
Aku takkan mengganggumu, 
Diam-diam memperhatikan
Dan perlahan saling melupakan

Jauh

Salahkah... 
Sering-sering ku intip kau dari jendela
Berharap sebentar saja kau menoleh menatap mata
Ingin bicara aku suka tapi takut kau tak suka
Lalu kini mesti apa,,, 

Andai kau tau hati ini selalu rindu
Cukup dekat denganmu  serasa dunia semua milikku
Tapi aku tahu kau tak pernah tahu
Mustahil angin katakan padamu
Bila dekatmu saja lidahku kelu

Salahkah... 
Bila rasa lagi jatuh cinta
Tapi sungguh rasa takut lebih besar nadanya
Katakan padamu cintaku sungguh
Dan kau akhirnya pergi mejauh

Anjungan Manakarra

Sebentar lagi ...
Pemandanganpun kan berbeda
Berpijak ditanah yg tak lagi sama
Tinggalkan kau dan segala kenangannya
Iya ... takkan lagi lama

Sebentar lagi ..
Biar masih meraba dalam kabut
Namun hati tak boleh takut
Karena hidup masih terus kan menuntut

Sebentar lagi ...
Mencatat aku di hari yg baru,
Dan terima kasih kau telah baik menampungku
Maka sedikit kutitipkan cerita tentang aku

Sebentar lagi mencatatmu
Di pelataran tengah Mamuju
Yg mungkin nanti kan kurindu

Jadi Satu satunya

Ada nama.. 
Yg kutahu begitu jauhnya
Dan adakah dia sadar, 
Tentang ini yg tak juga pudar

Aku tak lagi sendiri
Tapi mengapa kau bayangi selalu perjalanan ini
Aku ingin lupa andai saja jadi biasa
Agar tiap langkahku tak lagi terlalu menyiksa

Aku khayal adakah kau tau
Aku bermimpi adakah kau tau
Aku rindu adakah kau tau
Adakah itu... Adakah kau tau

Adakah nama
Dari banyak mengapa kau jadi satu-satunya
Mengikat rasaku di beratnya rindu
Dan akankah ada satu waktu,, 
Kulepas segala perasaan itu
Kulepas Segala tentang kamu

Lorong

Andai saja bisa kutemukan
Satu saja kata yg wakili perasaan
Dan ini bukan jamannya sajak
Tapi sibuk hari yang penuh sesak

Dalam lorong
Dimana anjingpun tak semangat lagi menggonggong
Hanya jutaan hayal.. 
Berharap besok viral
Jadi dadakan artis
Nyatanya besok  masih menangis
Tengah suap rezeki yg padahal masih di ais

Dalam lorong
Dunia hambar apa ada yg salah
Tahun politik taik
Nyatanya tetap yg muda gila
Yang tua nyari kerja, ingat umur pak,, disini mana bisa, 
Yg tampak dia yg pamer duit, 
Kami disini  ngimpi dikasih duit
Atau ngayal di aplikasi dapat 
duit, 
Tonton mereka yg kasih harapan
Nyatanya sarapan masih dari koperasi utangan
Sialan... 

Tahun politik
Benarkah hidup berubah bila dapat dia yg baik
Atau masih ngimpi kejauhan
Dan dia yg kaya masih saja anak Sultan atau dia yg punya warisan
Entahlah .. Lihat saja

Lorong
Disini masih kosong
Ujung gang masih jauh
Ripuh

Jemu

Di ujung hari yang hampa dan kelabu,
Langit tak lagi memberi warna biru,
Angin hanya berbisik sunyi dan kelu,
Seperti hati yang kini kaku dan jemu.

Langkah terasa berat, tertahan,
Seolah dunia berputar pelan,
Harapan redup di tepi pandangan,
Semua yang indah jadi bayangan.

Hidup bagaikan lorong tak berujung,
Jalan yang pernah terang kini meredup,
Berlarut dalam ritme tanpa lagu,
Di mana bahagia hilang tanpa jejak.

Namun di balik awan yang menutup,
Ada cahaya menanti untuk ditembus,
Mungkin esok, mungkin lusa,
Hidup akan kembali penuh makna

Lelah

Terbenam matahari di ufuk senja,
Mengiringi langkah yang mulai lelah,
Kaki tertatih, hati bertanya,
Sampai kapan terus berlari tanpa arah?

Dunia tak henti mengejar mimpi,
Namun jiwa ini merindu sunyi,
Dalam hiruk pikuk dan badai hari,
Ada rindu akan tenang yang abadi.

Beban di pundak, tak terlihat mata,
Tapi terasa berat, mendera dada,
Dalam lelah, kutemukan jeda,
Meski sejenak, menenangkan jiwa.

Bukan tentang menyerah dalam jalan,
Tapi belajar untuk bertahan,
Lelah ini hanya sementara,
Esok kan bangkit, siap melangkah lagi.

Jeda

Dalam diam aku terpekur,
Langit mendung, hatiku kabur,
Langkah berat, tak lagi kuat,
Menghitung waktu yang terus tersurat.

Angin berbisik, malam menjelma,
Namun tenang tak juga tiba,
Sukmaku letih, rindukan jeda,
Dalam hiruk pikuk hari yang tak reda.

Aku tak ingin menyerah,
Namun peluh tak bisa disembah,
Ada batas di setiap lelah,
Di mana hati ingin beristirahat, berpasrah.

Mungkin esok fajar akan membawa,
Sisa tenaga yang masih tersisa,
Tapi untuk malam ini, biarkan aku berbaring,
Menyembuhkan jiwa yang teramat sering berpaling.

Dago Pakar

Adakah kembali masa, Kubawa kau lagi susuri gua Sisa perang Jepang Belanda,, Genggam tanganmu ditengah hutan Djuanda Dan disitu pertama aku ...