Senin, 13 Juni 2016

Kubah di Terminal

Aku tengah ada didalam dunia
Belum bisa kubaca,
Senyum banyak tersungging disini
Ditengah suara pengajian yg kudengar hening,
Hanya kutatap gerak bibir bisu,
Sungguh tuli ...
Telinga pendosa sepertiku
Jadi siapa yang salah ...
Penceramah yg tak bersuara,
Atau aku yg tak mendengar,

Semua muka tengadah kelangit
Berlomba menarik kaki dari bumi,
Hingga lupa membawa kawan saudara
Mungkin sama itu juga perasaanku
Takut Tuhan tak adil,
Dan benar ... Yang sulit itu ikhlas

Bangga kadang bercermin ku bersorban
Lupa kemarin aku sampah pungutan
Yg terserak dijalan ...
Dan mulai sombong jadi kawanku
Benci tanah berdebu
Padahal itu asal mulaku
Astaghfirullah ...

Aku pembicara yang tak bisa membaca ... Buta ...
Dan banyak semua disini
Mimbar para ustadz mengajar
Atau Pak Ogah diterminal
Berteriak lantang ....
Naik ... Naik ... Naik ...
Jurusan Surga Kosong !!
Bus pun melaju, hampir penuh
Dan yang teriak tak ikut
Cukup tugas habis,
Kala dapat laba dari supir bis
Sambil gamang bertanya di dada
Jurusan Surga ...
Seperti apa ...
Padahal tadi ...
Lantang teriak bercerita

Rabu, 08 Juni 2016

Tajuk 120915

Ya Allah ampuni aku,
Serasa baru kemarin aku kesal
Tak ingin berjamaah di Masjid besar,
Dan siapapun imamnya,
Tak ingin kumakmumi

Aku menyesal ya Allah,
Padahal disitu beribu orang menyebut namaMu
Tapi di mata setanku mereka tampak munafik,
Padahal tidak ...
Mereka baik..
Aku yg dengki,, iri,,
Aku yg sirik ...

Ya Allah,,
Kini menangispun aku malu
Rindu menggema namaMu
Di pesantrenku dulu
Entah apa bisa aku pulang

Kini disini ...
Didalam mushala kecil ...
Ditengah hutan sawit ...
Dengan hati yg kacau balau
Berharap Kau tenangkan
Sedih kupunguti jilid kitab suciMu yg compang
Dengan apa lantainya kubersihkan
Seperti hatiku... Penuh kerak debu..
Dan tak ada air disini..
Ampun ya Rabbi

Seharusnya tiap lembar dimuliakan
Semestinya tiap sajadah digelarkan
Penuh doa ... Penuh pinta ...

Ya Rabbi ...
Ampuni kami berdoa
Di sajadah kotor begini
Dan besarkanlah mushola ini,,
Makmurkan lah tajuk kecil ini
Curahkanlah pada kami air yg segar
Biar tak lagi kering di halaman depan
Dan kubasuh kotor jendela,
Dan puas kami berwudhu

Ya Rabbi ...
Ke tanah manapun kaki ini kau langkahkan
Jangan biarkan hati ini lalai padaMu
Dan bolehkah aku meminta
Setelah dari sini,
izinkan aku kembali
Ke tempat aku tausiah mengaji
Dan dengan ikhlas tiap jamaahMu kulayani
Takkan malas lagi ya Rabbi ...
Takkan malas lagi ...

dan tajuk ini
Makmurkanlah ...

Amin

Tak suka


Ingin bertanya ada berapa lagi
Kepingan hatiku yg terserak disini
Dan jujur saja semalam aku rindu
Tapi entah raga mesti apa
Hanya bisu diam ...
Sebab mengerti tanda batasan

Kau menghilang,
Dan pantaskah aku mencari
Lelah rasanya merasa kau mengintipku di celah jendela
Aku ingin semuanya pergi ... Pergi ... Pergi saja ...
Bila itu tentangmu

Mestinya tak ada,,
Tak akan lama hadirku didunia
Dan haruskah kurindukan,,
Kurasakan ... Kurelakan ...
Sebatasan nama-nama
Dan perasaan ini,
Aku tak suka,,

Berapa banyak lagi

Sebentar

Benarkah didadamu itu ada
Selembar cerita dalam diary
Yang tak kucatat, tapi jelas aku ingat
Tak lama kau mencuri satu hari dihidupku
Apa kau ingat juga ...
Iya ... Aku ingin tahu

Adakah tanggal lagi
Sempat kita bersua
Ingin rasanya berkeluh,,
Aku sering rindu semua
Walau mustahil didada ini kau kusandarkan,
Setidaknya ingin kukecup senyummu
Satu kali saja,,

Ahh ...
Hilang lagi kata

Di Sia

Ahh ... Apa ini,
Seperti rasa dikait puisi jadul
Akan gamangnya perasaan
Yang datang kala aku sepi
Atau apa sekedar aku hanya bosan

Tentang pelangi tak lagi berwarna
Tentang gerimis tak lagi romantis
Tentang senja tak lagi memerah jingga
Iya ..  Bila ... Hampa saja,
Tak jadi apa-apa

Lalu siapa dirimu
Sebentar tadi kulihat dihayalan
Lalu kuberhitung sebesar apa kemungkinan
Yang kutahu pasti kan nihil
Aku tak mau disia lagi
Hingga panas perasaan

Lalu siapa diriku,
Yang samar tak jelas,
Setua ini masih diri aku cari
Mestikah berkutat dengan syahwatnya
Yang rasanya hampir aku lupa
Haruskah lagi jatuh cinta

Cinta tak lagi didada
Rindu tak lagi kumanja
Maka rasa kusimpan saja
Kutakut hanya bisa jadi dosa
Pun aku ...
Tak mau menyakiti
Biar saja

Selasa, 07 Juni 2016

Dua Puteri

Dimana kau sahabatku, aku rindu
Ada perasaan yg belum sempat kusampaikan,
Namun rupa hari terlanjur bosan,
Dan kita tak lagi ditemukan,
Hingga gerimis menghadirkanmu,
Dan bayangmu pun ada
Menuntunku pedih,
Dalam deras hujan

Dimanakah kau sahabatku,
Dan adakah sempat ini kau baca,
Seperti kau yg menggangguku kala sunyi
Aku tahu kau ada,
Entah tengah apa,
Saat ini ... Mungkin kini ...
Berpeluk dua puteri

Asa ini seperti kecil tanpamu,
Dan kau dengan hidupmu,
Aku dengan hidupku
Namun tadi sekilas ada sanjak yg terbaca,
Rupanya,
Kau masih ada,
Belum sempat aku lupa

Sahabatku,
Benarkah ini gemetar kau baca,
Maka tak usah kau balas,
Liat dikanan kiri yg kuatkan hari dan mimpi,
Kecup dengan ikhlas
Dan esok hari
Biar berjalan lagi,
Hingga tersenyum puas
Dua puteri dalam hati,
Yang pangerannya ada disini

Sahabatku ...
Dimana kamu,
aku sedang rindu
Sebentar saja,,
Biar esok,,,
aku sudah lupa,
Biar tiap kata ,,,
Hanya kau,
Yang tahu maknanya

Apa dia tahu

Malam ... Sebenarnya apa yg kurasa
Sepertikah pipit pagi tadi yg ceria tampaknya,
Kemudian berarak pergi,
Saat hendak kusapa kudekati
Keraskah tumpu gerakku hingga ia menjauh,
Apa aku salah,
Sekedar ingin kuraba, apa yg kulihat indah
Apa dia tahu ...

Malam ... Kali ini aku sepi,
Ruam rindu padahal malas aku rasa ,
Haruskah aku tak jujur
Lalu disudut mana, beban ini kan kukubur
Tentang hati yg begitu kerasnya mencintai,
Padahal jelas aku merasakannya,
Tapi tak mungkin aku mengatakannya,
Apa dia tahu ...

Malam ... Aku ingin tidur
Tapi hasrat menggema karena bias bayangnya,
Dan bilakah ini dosa,
Sedikit saja ingin kuberharap tentangnya
Dan aku enggan tidur,
Sebab aku takut bermimpi lagi
Apa dia tahu ...

Malam ... Aku benci ini,
Sebab aku tak mau berkhayal lagi
Rindu yg muluk,
Hanya angan yg kusentuh kupeluk
Berulang dalam sendiri kubilang sayang,,
Kubilang ingin ,, kubilang dingin ,,
Kubilang suka ,, kubilang duka ,,
Apa dia tau ... Apa dia tahu ...

Habis

Dari pertama ...
Semenjak kau seret aku pada hening
Hampir saja kosong yg terlantun didadaku
Tapi untung dimata bisa tertumpah
Maka biar tercurah habis,
Semua tentang engkau,
Semua tentang adamu
Dan kini, kerontang tak tersisa

Dari pertama ...
Semenjak adaku tersia didada kau
Maka putri tak lagi jadi ratu
Tak mahu kusempat bersyair tentangmu
Sebab dada terbakar habis,
Saat tak siap kuterima panas perasaan
Dan kau paksa aku merasakan

Lucu rasanya kini kau datang
Seret hitam dikeningmu yg tampak kusam
Bukankah dulu itu yg kau cari
Dunia telah menua,
Dan kau masih sendiri

Dari pertama ..
Kubilang .., bila hasrat takkan lama
Keabadian hanya ada dalam kesabaran
Tapi kau bertaruh demi mimpi-mimpi
Lihat sayang ... Iya sayang ...
Dunia telah menua,
Dan kau masih lusuh meminta

Juga Kamu

Perasaanku
Tak ada lagi ragu,
Tapi iya ... Aku jatuh cinta

Bukan lagi entah yg ada didada ini
Tapi wajahmu lekat dijidat,
Dari malam hingga pagi,
Terus kini malam lagi...
Hingga dilema,
Dan bunyi dikuping pekak,
Tak lama kumasuki dosa-dosa,

Perasaanku
Apakah hadir puisi lagi,
Syair yg hilang melantun satu-satu
Hingga dibuku kosong tampak catatan,
Biar kututup mata, masih saja tampak tulisan,
Bait tentangmu ...

Perasaanku
Benarkah cinta tak mungkin lagi,
Sementara kucuri senyum saat kau tidur,
Kau dekat ...
Walau bukan disampingku,
Kau disini ...
Walau bukan untuk aku,

Perasaanku,,
Jelas kurasakan tapi tak bisa kukatakan,
Tak bisa kuberikan ...
Tak bisa kuhentikan ...

Ah,, perasaanku ...
Iya kamu ... Juga kamu

Sakit Hati

Dan semenjak itu mungkin aku bisa tertawa tapi tak setegas dulu Dan Setelah itu mungkin aku bisa bicara tapi tak cerewet seperti kemarin Dan...